Sabtu, 20 September 2014

Tulus itu Tanpa Paksaan

"Tidak ada pasal dalam undang-undang yang melegalkan kita memaksa orang lain untuk tulus"
Yah, kalimat ini cukup menggelitik dan memancing berbagai dugaan. Tentu, mungkin kalimat ini bisa disampaikan oleh seseorang yang merasa melakukan sesuatu dengan setengah hati, misalnya si A membantu si B, namun bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh si B sehingga si B mengetahui bahwa si A tidak tulus membantunya, dan ia mengajukan tuduhan, "kamu tidak tulus membantu saya, ya?". Jawaban dari tuduhan tersebut dapat berupa kalimat di atas. Berbeda pula kasusnya dengan si C yang memberikan bantuan kepada si D, bantuan yang diberikan oleh si C cukup mengesankan untuk si D. Namun ternyata, suatu ketika terjadi kesalahpahaman antarkeduanya, dan terlontarlah ucapan dari mulut si C bahwa selama ini ia hanya berpura-pura melakukan kebaikan kepada si D, dia tak pernah benar-benar ingin membantu si D. Kontan saja hal ini membuat si C kebingungan. Dalam hatinya terucap kata-kata sebagaimana kutipan di atas.
Memang tidak ada yang berhak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu dengan tulus. Tulus atau seringkali disejajarkan dengan kata 'ikhlas' hadirnya dari dalam hati, bukan dari paksaan siapapun. Akan tetapi, ketidaktulusan orang lain terhadap kita juga bukan merupakan hal yang membahayakan. Ketika kita menerima kebaikan dari orang lain, terimalah. Terlepas dia tulus atau tidak. Dan alangkah lebih baik jika kita membalas kebaikannya dengan yang lebih baik, yakni kebaikan yang disertai ketulusan.

Sabtu, 16 November 2013

Metode Agih

Dalam penelitian Linguistik, dikenal dengan istilah metode agih, yakni metode analisis yang unsur penentunya berada di dalam bahasa itu sendiri. Teknik dasar dalam metode agih ini adalah bagi unsur langsung atau yang dikenal dengan BUL. Metode agih ini juga memiliki teknik lanjutan seperti teknik lesap, teknik ganti, teknik perluas, dan sebagainya. Berikut ini adalah ringkasan metode agih yang diambil dalam buku Metode Linguistik karangan Tri Mastoyo Jati Kesuma. Ringskasan dalam bentuk tabel ini merupakan tugas mata kuliah Metode Linguistik yang ditempuh oleh mahasiswa pascasarjana Ilmu Linguistik pada semester II di UGM.

TABEL METODE AGIH


Jenis Teknik
Pengertian
Kegunaan
Alat penentu
Bagi Unsur Langsung
Membagi suatu kontruksi menjadi beberapa  unsur, dimana unsur itu dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk kontruksi
Menentukan bagian-bagian fungsional suatu kontruksi
Intuisi kebahasaan peneliti
Lesap
Melesapkan satuan kebahasaan yang dianalisis
Membuktikan kadar keintian satuan kebahasaan dalam suatu kontruksi
Satuan kebahasaan yang dilesapkan
Ganti/ distribusi
Mengganti satuan kebahasaan dengan satuan kebahasaan yang ada di luar kontruksi
Mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori satuan kebahasaan
Satuan kebahasaan pengganti
Perluas
Memperluas satuan kebahasaan yang dianalisis dengan menggunakan satuan kebahasaan tertentu
Menentukan segi-segi kemaknaan satuan kebahasaan tertentu
Unsur pemerluasnya
Sisip
Menyisipkan satuan kebahasaan lain di antara kontruksi
Mengetahui kadar keeratan satuan-satuan kebahasaan yang dipisahkan oleh penyisip
Satuan kebahasaan yang disisipkan
Balik
Mengubah atau membalik struktur satuan kebahasaan
Mengetahui:
(a) kadar ketegaran letak suatu satuan kebahasaan di dalam kalimat
(b) kadar keapositifan antara dua satuan kebahasaan yang sama informasinya
Struktur kebahasaan yang berubah
Ubah ujud
Mengubah wujud atau bentuk satuan kebahasaan
Menentukan satuan makna atau peran konstituen sintaksis
Kontruksi ubah ujud atau kontruksi parafrasa
Ulang
Mengulang satuan kebahasaan yang dianalisis
Menentukan kejatian atau identitas satuan kebahasaan yang diulang
Satuan kebahasaan yang diulang
Baca markah
Membaca pemarkah dalam suatu kontruksi
Menentukan peran konstituen kalimat
Pemarkah konstituen-konstituen
Pemerkuat
Menghadirkan satuan kebahasaan lain yang merupakan perifrase dari satuan kebahasaan yang dianalisis
Menentukan kekhasan identitas suatu konstituen dalam suatu kontruksi
Satuan kebahasaan lain sebagai perifrase
Pemorakan/sodor lawan
Mengajukan data lawan (counter data) terhadap satuan kebahasaan yang dianalisis
Menganalisis data yang tidak dapat dianalisis dengan teknik balik
Kontruksi kebahasaan sebagai lawan dari konstruksi yang dianalisis
Pengontrasan/ oposisi
Mengontraskan satuan kebahasaan data tertentu dengan data lain
Menentukan fonem
menentukan kategori morfologis kata
membuktikan kadar keaktifan kalimat aktif
Satuan kebahasaan pengontras/pembanding

Jumat, 15 November 2013

Hiponimi, Analisis Komponen Makna, dan Entailment

a.    Hiponimi
Hiponimi berkaitan dengan makna khusus dan makna umum yang memiliki keterkaitan. Kridalaksana (2009: 83) menyatakan bahwa hiponimi membicarakan hubungan semantik antara makna spesifik dan makna generik, atau antara anggota taksonomi dan nama taksonomi. Ketika ada kata melati, mawar dan anggrek di satu pihak, dan kata bunga di pihak lain, dapat dikatakan bahwa melati, mawar, dan anggrek adalah hiponim dari kata bunga, dan bunga merupakan superordinat dari kata melati, mawar, dan anggrek.
b.   Analisis komponen makna
Kridalaksana (2009: 14) menyatakan bahwa analisis komponen makna merupakan penyelidikan makna dengan memecahnya menjadi beberapa komponen. Dengan membagi-bagi makna tersebut menjadi komponen-komponen, dimungkinkan ditemukan kandungan atau komposisi makna secara jelas dan rinci. Lebih lanjut Parera (2004: 159-160) menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan analisis komponen makna, yaitu; (1) memilih seperangkat kata yang secara intuitif berhubungan; (2) menemukan analogi-analogi di antara seperangkat kata tersebut; dan (3) mencirikan komponen semantik atau komposisi semantik berdasarkan analogi-analogi yang telah ditemukan.
c.    Entailment atau Penjaminan Makna
Konsep penjaminan makna atau yang disebut dengan istilah entailment dalam hal ini seperti yang diungkapkan oleh Atkinson (dalam Parera, 2004: 76) yaitu hubungan makna antarkalimat, kalimat satu memerlukan kalimat dua jika dan hanya jika kalimat satu itu benar dan kalimat dua juga benar, sehingga mustahil ditemukan kalimat satu benar dan kalimat dua salah. Lebih lanjut, Wijana (2010: 54) menyatakan bahwa entailment dikaitkan dengan hubungan syarat kebenaran dengan rumus berikut.
a
b
b
a
B
B
B
?
S
?
S
S
Keterangan:
a = Kalimat satu
b = Kalimat dua
B = Benar
S = Salah
? = Tidak bisa ditentukan
 

Dari rumus di atas dapat uraikan bahwa jika kalimat satu benar, b dijamin benar; jika kalimat dua benar, kalimat satu tidak bisa ditentukan; jika kalimat dua salah, kalimat satu juga salah. Dalam kajian ini, entailment dilihat dari dua kalimat yang masing-masing memuat hipernim dan hiponim. Kalimat pertama berpredikat verba sebagai anggota hiponim, sementara kalimat kedua brpredikat verba mambaok sebagai hipernim atau superordinatnya.

Sumber: 
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik (Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Parera, J. D. 2004. Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga.
Wijana, I Dewa Putu. 2010. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Struktur, Fungsi, dan Kategori Sintaksis

1.    Struktur Sintaksis
Pembicaraan struktur sintaksis berkaitan erat dengan masalah fungsi, kategori, dan peran. Masalah fungsi berkaitan dengan istilah subjek, predikat, objek, dan keterangan. Masalah kategori berkaitan dengan istilah nomina, verba, adjektiva, dan istilah lain yang berkaitan dengan kategori sintaksis. Adapun masalah peran berkaitan dengan istilah, pelaku, penerima, atau istilah lain yang berkaitan dengan peran sintaksis (Chaer, 2007: 207).
Berdasarkan pendapat tersebut, dalam makalah struktur klausa verbal bahasa Melayu Kuantan ini hanya membicarakan fungsi dan kategori sintaksisnya. Sementara peran sintaksis tidak dibicarakan dengan alasan pembatasan bidang kajian.

2.    Fungsi sintaksis
Fungsi sintaksis adalah semacam kotak-kotak kosong atau tempat-tempat dalam struktur sintaksis yang ke dalamnya akan diisikan kategori tertentu (Chaer, 2009:20). Kotak-kotak kosong tersebut berupa Subjek (S), Predikat (P), objek (O), keterangan (K), dan komplemen (Kom) yang akan membentuk struktur sintaksis.
Berkaiatan dengan fungsi-sungsi sintaksis tersebut, para ahli bahasa memiliki perbedaan istilah penyebutannya. Sudaryanto (1983b: 273) menggunakan istilah subjek (S), predikat (P), objek (O) yang dibagi lagi menjadi objek dan semi objek, pelengkap (Pl), dan keterangan (K). Ramlan (2005: 92-93) menggunakan istilah subjek (S), predikat (P), objek (O) yang dibagi menjadi objek satu (O1) dan objek dua (O2). Samsuri (1985: 63) menggunakan istilah subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pl), dan keterangan (K). Adapun Kridalaksana (2002: 50) menggunakan istilah subjek (S), predikat (P), objek (O) yang dibagi menjadi objek afektif dan objek efektif, pelengkap (Pl), dan keterangan (K).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, pembicaraan fungsi sintaksis dalam makalah ini mencoba menggunakan istilah yang secara umum dapat mewakili fungsi-fungsi tersebut. Fungsi-fungsi sintaksis yang dibicarakan dalam makalah ini meliputi subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K).

3.    Kategori sintaksis
Kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frasa yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis (Chaer, 2009: 27). Kategori sintaksis tersebut berkenaan dengan istilah nomina, verba, adjektiva, adverbia, numeralia, preposisi, konjungsi, dan pronomina. Pengisi fungsi tersebut dapat berupa frasa, sehingga selain kelas kata yang nomina, terdapat pula frasa nominal. Begitu juga dengan  adjektiva, adverbia, numeralia, preposisi, konjungsi, dan pronomina  yang  dapat berupa frasa sebagai pengisi fungsi sintaksis.
Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi, dkk, 2003: 36), bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis yang utama, yaitu: (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, dan (4) adverbia atau kata keterangan. Di samping kategori utama, terdapat juga kata tugas yang terdiri atas preposisi atau kata depan, konjungtor atau kata sambung, dan partikel.

Adapun pembicaraan kategori sintaksis dalam makalah ini menggabungkan kedua pendapat di atas, sehingga kategori sintaksis yang dibicarakan meliputi: (a) nomina dan frasa nominal, (b) verba dan frasa verbal, (c) adjektiva dan frasa adjektiva, (d) adverbia dan frasa adverbial, (e) numeralia dan frasa numeralia, (f) pronomina dan frasa pronominal, dan (g) frasa preposisional. 

Sumber:
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Universitas Katolik Atma Jaya.
Samsuri. 1985.Pola-pola Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Sudaryanto. 1983. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia: Keselarasan Pola Urutan. Jakarta: Djambatan.

Klausa Verbal

Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya terdiri atas kata atau frasa golongan verba (Ramlan, 2005: 130). Klausa verbal dapat juga disebut kalimat verbal karena sebuah klausa berpotensi menjadi kalimat jika ditambahkan intonasi final (Chaer, 2007: 232). Putrayasa (2009: 75) berpendapat bahwa kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya kata kerja. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Ramlan bahwa hal yang paling penting untuk membedakan klausa verbal dengan jenis klausa nonverbal adalah predikatnya yang diisi oleh kategori verba.

Klausa atau kalimat tunggal yang berpredikat verbal dapat dibedakan menjadi (1) klausa taktransitif, (2) klausa ekatransitif, (3) klausa dwitransitif, dan (4) klausa pasif (Alwi, dkk, 2003: 338). Oleh karena itu, pembahasan untuk menjawab rumusan masalah yang pertama dalam makalah ini akan diklasifikasikan berdasarkan pendapat tersebut. Akan tetapi, pembagian klausa ekatransitif dan dwitransitif akan digabungkan menjadi klausa transitif karena keduanya merupakan bagian dari klausa transitif.

Sumber: 
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Putrayasa, Ida Bagus. 2009. Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Ramlan. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: Karyono.

Review Ringkas Buku Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses)

Judul Buku                  : Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses)
Pengarang                   : Abdul Chaer

Tahun                          : 2009 

               Pembahasan dalam buku ini dimulai dengan menjelaskan tentang bahasa sebagai sistem yang tediri atas tiga subsistem, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem fonologi. Subsistem leksikon mempunyai satuan yang disebut leksem yang memiliki makna secara leksikal dan sifatnya abstrak. Subsistem gramatika dibagi menjadi dua subsistem yaitu subsistem morfologi dan subsistem sintaksis. Subsistem morfologi bertugas mengolah leksikon menjadi kata, sedangkan subsistem sintaksis mengolah kata-kata hasil olahan subsistem morfologi menjadi satuan-satuan sistaksis. Adapun subsistem fonologi mengolah satuan-satuan sintaksis menjadi wujud bunyi yang bersifat kongkret karena dapat didengarkan.
Pembahasan selanjutnya difokuskan pada subsistem gramatika khususnya subsistem sintaksis berupa pembicaraan tentang penataan dan pengaturan kata-kata hasil subsistem morfologi menjadi satuan-satuan yang lebih besar yang disebut dengan satuan-satuan sintaksis, yaitu kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Sebelum menguraikan tentang satuan-satuan sintaksis tersebut, terlebih dahulu dibahas mengenai analisis-analisis sintaksis yang dilakukan oleh berbagai aliran yaitu linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik generatif transformasi, tata bahasa kasus, tata bahasa relasional, analisis tema dan rema, dan analisis berdasarkan gatra. Secara garis besar, aliran-aliran tersebut bersifat menguraikan atau menganalisis satuan bahasa yang lebih besar menjadi satuan-satuan yang lebih kecil. Dengan kata lain, kalimat diuraikan atas klausa-klausa, lalu klausa diuraikan atas frase-frase yang membentuk klausa itu, kemudian frase diuraikan atas kata-kata yang membentuk frase tersebut, bahkan tata bahasa generatif transformasi menganalisis lebih jauh sampai pada struktur-struktur dalam yang ada di dalam otak. Adapun pembahasan dalam buku ini dibalik, tidak menganalisis tetapi menyusun dari satuan-satuan terkecil sampai satuan yang terbesar. Bagian pertama dibicarakan bagaimana sebuah kata gramatikal terbentuk, kemudian bagaimana kata-kata gramatikal membentuk frase, selanjutnya bagaimana frase-frase itu membentuk sebuah klausa, dan kemudian bagaimana kalimat-kalimat membentuk sebuah paragraf (wacana).
Selain menjelaskan tentang analisis-analisis sintaksis yang menurut berbagai aliran linguistik, dalam buku ini juga dibahas mengenai beberapa konsep dasar dalam kajian sintaksis dengan tujuan agar pembaca lebih memahami hal-hal yang dibicarakan dalam keseluruhan bagian buku. Konsep-konsep dasar sintaksis yang dibahas antara lain mengenai fungsi, kategori, dan peran, kemudian dibahas juga alat-alat sintaksis berupa urutan kata, bentuk kata, intonasi, dan konektor, dan selanjutnya dibahas mengenai satuan-satuan sintaksis secara singkat berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Dalam buku ini hanya dibicarakan mengenai penggunaan kata, sementara pembentukan kata sama sekali tidak dibahas dengan alasan sudah dibahas dalam buku yang ditulis Chaer sebelumnya. Penggunaan kata yang dibahas dalam buku ini dibatasi pada tiga kelas kata tertutup saja yaitu adverbia, preposisi, dan konjungsi karena ketiganya dianggap cukup bermasalah dalam proses penyusunan satuan-satuan sintaksis. Selain penggunaan kata, dalam buku ini dibahas secara mendalam tentang penyusunan frase, klausa, dan kalimat. Adapun pembahasan tentang wacana hanya terbatas dalam kaitannya dengan pembentukan kalimat karena pembicaraan tentang penyusunan wacana secara khusus dibicarakan dalam buku yang lain. Selain penggunaan serta dan penyusunan frase, klausa, dan kalimat, juga dibahas tentang keberterimaan sebuah kalimat secara gramatikal, semantik, dan penalaran.

Apa itu Linguistik?

Linguistik secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu bahasa. Linguistik dapat diartikan sebagai cabang ilmu yang mengkaji bahasa secara luas dan umum. Menurut Soeparno (2002: 21) secara luas diartikan bahwa bidang linguistik mencakup semua aspek dan komponen bahasa, sedangkan secara umum berarti linguistik tidak hanya mengkaji satu bahasa saja, tetapi semua bahasa yang ada di dunia. Bidang kajian linguistik secara garis besar dibagi menjadi mikrolinguistik dan makrolinguistik. Mikrolinguistik merupakan kajian bahasa yang dilakukan untuk kepentingan bahasa itu sendiri, tanpa menghubungkan atau mengaitkan dengan ilmu lain. Bidang mikrolinguistik meliputi bidang dan subdisiplin berikut ini.
1. Teori-teori linguistik (Tradisional, Struktural, Transformasional, Tagmemik)
2. Linguistik Historis/ Historis Komparatif
3. Perbandingan Bahasa (Linguistik Komparatif dan Kontrastif)
4. Deskripsi Bahasa (Linguistik Deskriptif) : a. Fonetik, b. Fonemik, c. Morfologi, d. Sintaksis, e. Semantik,     f. Morfosintaksis, dan g. Leksikologi.

Adapun bidang makrolinguistik berkaitan dengan kajian bahasa yang dikaitkan dengan dunia di luar bahasa, atau hubungannya dengan ilmu lain dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Makrolinguistik berkaitan dengan linguistik interdisipliner dan linguistik terapan.  Semua penjelasan tentang istilah dalam linguistik akan dijelaskan kemudian. Setidaknya tulisan ini dapat menggambarkan secara ringkas mengenai bidang kajian Linguistik.

Sumber: Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.